Judul :
link :
Dakwah seharusnya menjadi tanggung jawab bagi setiap mukmin. Meskipun pada kenyatanya hanya sebagian dari mereka yang mau menanggung beban itu. Memang kita layak menyebutnya sebagai beban berat. Sehingga tentu saja banyak manusia yang menjauhinya. Tidak ada seorang pun sejak zaman nabi dan rasul yang seluruh hidupnya diliputi kesenangan ketika berdakwah. Bahkan nabi Sulaiman yang istananya super megah pun pernah menderita. Tubuhnya lumpuh tergeletak tak berdaya. Jika dakwah tidak mendera jiwa dan raga, bagaimana mungkin makhluk yang paling dicintai Nya-Rasulullah SAW- pun ikut merasakan disepanjang hidupnya.
Tapi cara kita menjawab penderitaan adalah penentu hancur jaya nya kita memikul beban itu. Betapa seringnya kita berpikir bahwa dakwah adalah milik kita. Semata-mata mengandalkan sarana dan kekuatan yang kita punya. Seolah itu sepenuhnya penentu maju mundurnya perjuangan. Padahal dakwah ini Allah lah yang memiliki. Ada atau tanpa kita, jika Dia berkehendak memberi hidayah pada suatu kaum, meskipun semua makhluk menghalanginya mereka tidak akan mampu.
Mengherankan bukan? Justru saat paling keritis dalam hidupnyalah Nabi Sulaiman memperoleh kejayaan. Dia keritis tergeletak di kursinya. Setengah hidup setengah mati. Jangankan keluar menyeru manusia, membangunkan tubuhnya pun tidak mampu. Semua kesulitan perjuanganya hanya dihadapi dengan BERTOBAT.
"Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh yang lemah karena sakit), kemudian dia bertobat". (Shad:34)
Saat tidak mampu melakukan apa-apa lagi. Saat dia tidak punya kekuatan lagi. Saat saranya tidak berguna lagi. Saat itulah Allah ingin menunjukan bahwa Sulaiman tidak berkuasa atas apa pun. Allah yang menguasai Sulaiman dan semua makhluk di muka bumi. Sulaiman menyadari kealpaanya. Dia minta ampun seraya berdoa.
"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugrahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh Engkaulah yang maha pemberi". (Shad:35)
Yang menarik adalah bahwa nabi Sulaiman meminta sesuatu yang melampaui kondisi fisiknya. Bagaimana mungkin seorang pesakitan bisa meminta menjadi raja terhebat sepanjang sejarah umat manusia. Dari sanalah kita memahami bahwa Sulaiman telah hidup melampaui masanya sejak dalam pikiran. Disaat banyak diantara kita telah "mati" sebelum mati. Sulaiman melebihi zamanya meski jasadnya tidak berdaya. Sementara kita berjalan kesana kemari dengan jiwa yang telah mati. Ada manusia gagah perkasa rupawan menawan. Tapi melihat cara hidupnya taulah kita bahwa jiwa yang bersemayam di jasad itu telah mati. Ada pula manusia yang lumpuh tak berdaya tapi pandanganya, narasi dan perjuanganya telah membangunkan orang-orang kuat. Menggoyang singgasana penguasa.
Allah menjawab optimisme Sulaiman,
"Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut perintahnya kemana saja yang dikehendakinya. Dan (Kami tundukan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam" (Shad:36-37)
Jadilah Sulaiman raja terhebat yang belum pernah ada sebelumnya dan tidak akan pernah ada setelahnya. Dia membangunya dengan TAUBAT dan DOA.
Ekspansi dakwahnya setelah itu bahkan menyentuh Ratu Balqis di selatan yang juga memiliki kekuasaan yang besar. Tapi Sulaiman tidak pernah mengklaim bahwa keberhasilan itu karenanya. Dia berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)".
Dakwah bukan milik kita. Tidak pantas mengutuk keadaan saat ia tersungkur dan memuji diri sendiri saat ia berjaya. Kita hanyalah sebagai penumpang kereta dakwah ini. Bisa jadi suatu saat kita turun di terminal yang salah. Semoga dengan pertolongan Nya kita sampai ke tujuan akhir yang kita harapkan. Surga yang penuh kemuliaan. Kita tidak perlu mempersempit gerbong kereta dan membuat orang tidak bisa ikut melaju bersama. Seharusnya kita bisa memperbanyak gerbong dan menambah lebih banyak kursi.
Prasangka sering menjerumuskan pelakunya. Menyangka yang baik kepada diri sendiri. Melekatkan yang buruk kepada orang lain. Itulah mengapa kita harus menjauhi prasangka karena sebagianya dosa. Kepada yang nyata mencelakai pun semestinya kita mencoba berperasangka baik. Prasangka baik menjadi bahan bakar untuk selalu berbuat kebaikan. "Cobalah sambungkan kembali tali yang telah putus. Cobalah memberi orang yang tidak mau memberimu. Cobalah memberi maaf orang yang menganiayamu". Kais bin Ashim berkata dalam syairnya.
Siapa yang lebih menderita apakah nabi Ibrahim yang di bakar kaumnya atau kita?
Sementara Ia mengucapkan salam kepada mereka.
Apakah Rasulullah tidak lebih menderita ketika dia didera berbagai siksaan. Bahkan saat ditawari Jibril untuk mengazab kaumnya, Dia malah mendoakan kebaikan bagi mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa hidup ini adalah kesulitan yang sambung menyambung. Penderitaan yang tak ada hentinya. Hadapilah dengan jiwa yang menyala. Pemantik nyala itu adalah taubat dan doa.
"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan JAYA!". buya Hamka
Ekspansi dakwahnya setelah itu bahkan menyentuh Ratu Balqis di selatan yang juga memiliki kekuasaan yang besar. Tapi Sulaiman tidak pernah mengklaim bahwa keberhasilan itu karenanya. Dia berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)".
Dakwah bukan milik kita. Tidak pantas mengutuk keadaan saat ia tersungkur dan memuji diri sendiri saat ia berjaya. Kita hanyalah sebagai penumpang kereta dakwah ini. Bisa jadi suatu saat kita turun di terminal yang salah. Semoga dengan pertolongan Nya kita sampai ke tujuan akhir yang kita harapkan. Surga yang penuh kemuliaan. Kita tidak perlu mempersempit gerbong kereta dan membuat orang tidak bisa ikut melaju bersama. Seharusnya kita bisa memperbanyak gerbong dan menambah lebih banyak kursi.
Prasangka sering menjerumuskan pelakunya. Menyangka yang baik kepada diri sendiri. Melekatkan yang buruk kepada orang lain. Itulah mengapa kita harus menjauhi prasangka karena sebagianya dosa. Kepada yang nyata mencelakai pun semestinya kita mencoba berperasangka baik. Prasangka baik menjadi bahan bakar untuk selalu berbuat kebaikan. "Cobalah sambungkan kembali tali yang telah putus. Cobalah memberi orang yang tidak mau memberimu. Cobalah memberi maaf orang yang menganiayamu". Kais bin Ashim berkata dalam syairnya.
Siapa yang lebih menderita apakah nabi Ibrahim yang di bakar kaumnya atau kita?
Sementara Ia mengucapkan salam kepada mereka.
Apakah Rasulullah tidak lebih menderita ketika dia didera berbagai siksaan. Bahkan saat ditawari Jibril untuk mengazab kaumnya, Dia malah mendoakan kebaikan bagi mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa hidup ini adalah kesulitan yang sambung menyambung. Penderitaan yang tak ada hentinya. Hadapilah dengan jiwa yang menyala. Pemantik nyala itu adalah taubat dan doa.
"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan JAYA!". buya Hamka
Loading...
Loading...
Dakwah seharusnya menjadi tanggung jawab bagi setiap mukmin. Meskipun pada kenyatanya hanya sebagian dari mereka yang mau menanggung beban itu. Memang kita layak menyebutnya sebagai beban berat. Sehingga tentu saja banyak manusia yang menjauhinya. Tidak ada seorang pun sejak zaman nabi dan rasul yang seluruh hidupnya diliputi kesenangan ketika berdakwah. Bahkan nabi Sulaiman yang istananya super megah pun pernah menderita. Tubuhnya lumpuh tergeletak tak berdaya. Jika dakwah tidak mendera jiwa dan raga, bagaimana mungkin makhluk yang paling dicintai Nya-Rasulullah SAW- pun ikut merasakan disepanjang hidupnya.
Tapi cara kita menjawab penderitaan adalah penentu hancur jaya nya kita memikul beban itu. Betapa seringnya kita berpikir bahwa dakwah adalah milik kita. Semata-mata mengandalkan sarana dan kekuatan yang kita punya. Seolah itu sepenuhnya penentu maju mundurnya perjuangan. Padahal dakwah ini Allah lah yang memiliki. Ada atau tanpa kita, jika Dia berkehendak memberi hidayah pada suatu kaum, meskipun semua makhluk menghalanginya mereka tidak akan mampu.
Mengherankan bukan? Justru saat paling keritis dalam hidupnyalah Nabi Sulaiman memperoleh kejayaan. Dia keritis tergeletak di kursinya. Setengah hidup setengah mati. Jangankan keluar menyeru manusia, membangunkan tubuhnya pun tidak mampu. Semua kesulitan perjuanganya hanya dihadapi dengan BERTOBAT.
"Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh yang lemah karena sakit), kemudian dia bertobat". (Shad:34)
Saat tidak mampu melakukan apa-apa lagi. Saat dia tidak punya kekuatan lagi. Saat saranya tidak berguna lagi. Saat itulah Allah ingin menunjukan bahwa Sulaiman tidak berkuasa atas apa pun. Allah yang menguasai Sulaiman dan semua makhluk di muka bumi. Sulaiman menyadari kealpaanya. Dia minta ampun seraya berdoa.
"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugrahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh Engkaulah yang maha pemberi". (Shad:35)
Yang menarik adalah bahwa nabi Sulaiman meminta sesuatu yang melampaui kondisi fisiknya. Bagaimana mungkin seorang pesakitan bisa meminta menjadi raja terhebat sepanjang sejarah umat manusia. Dari sanalah kita memahami bahwa Sulaiman telah hidup melampaui masanya sejak dalam pikiran. Disaat banyak diantara kita telah "mati" sebelum mati. Sulaiman melebihi zamanya meski jasadnya tidak berdaya. Sementara kita berjalan kesana kemari dengan jiwa yang telah mati. Ada manusia gagah perkasa rupawan menawan. Tapi melihat cara hidupnya taulah kita bahwa jiwa yang bersemayam di jasad itu telah mati. Ada pula manusia yang lumpuh tak berdaya tapi pandanganya, narasi dan perjuanganya telah membangunkan orang-orang kuat. Menggoyang singgasana penguasa.
Allah menjawab optimisme Sulaiman,
"Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut perintahnya kemana saja yang dikehendakinya. Dan (Kami tundukan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam" (Shad:36-37)
Tapi cara kita menjawab penderitaan adalah penentu hancur jaya nya kita memikul beban itu. Betapa seringnya kita berpikir bahwa dakwah adalah milik kita. Semata-mata mengandalkan sarana dan kekuatan yang kita punya. Seolah itu sepenuhnya penentu maju mundurnya perjuangan. Padahal dakwah ini Allah lah yang memiliki. Ada atau tanpa kita, jika Dia berkehendak memberi hidayah pada suatu kaum, meskipun semua makhluk menghalanginya mereka tidak akan mampu.
Mengherankan bukan? Justru saat paling keritis dalam hidupnyalah Nabi Sulaiman memperoleh kejayaan. Dia keritis tergeletak di kursinya. Setengah hidup setengah mati. Jangankan keluar menyeru manusia, membangunkan tubuhnya pun tidak mampu. Semua kesulitan perjuanganya hanya dihadapi dengan BERTOBAT.
"Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh yang lemah karena sakit), kemudian dia bertobat". (Shad:34)
Saat tidak mampu melakukan apa-apa lagi. Saat dia tidak punya kekuatan lagi. Saat saranya tidak berguna lagi. Saat itulah Allah ingin menunjukan bahwa Sulaiman tidak berkuasa atas apa pun. Allah yang menguasai Sulaiman dan semua makhluk di muka bumi. Sulaiman menyadari kealpaanya. Dia minta ampun seraya berdoa.
"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugrahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh Engkaulah yang maha pemberi". (Shad:35)
Yang menarik adalah bahwa nabi Sulaiman meminta sesuatu yang melampaui kondisi fisiknya. Bagaimana mungkin seorang pesakitan bisa meminta menjadi raja terhebat sepanjang sejarah umat manusia. Dari sanalah kita memahami bahwa Sulaiman telah hidup melampaui masanya sejak dalam pikiran. Disaat banyak diantara kita telah "mati" sebelum mati. Sulaiman melebihi zamanya meski jasadnya tidak berdaya. Sementara kita berjalan kesana kemari dengan jiwa yang telah mati. Ada manusia gagah perkasa rupawan menawan. Tapi melihat cara hidupnya taulah kita bahwa jiwa yang bersemayam di jasad itu telah mati. Ada pula manusia yang lumpuh tak berdaya tapi pandanganya, narasi dan perjuanganya telah membangunkan orang-orang kuat. Menggoyang singgasana penguasa.
Allah menjawab optimisme Sulaiman,
"Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut perintahnya kemana saja yang dikehendakinya. Dan (Kami tundukan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam" (Shad:36-37)
Jadilah Sulaiman raja terhebat yang belum pernah ada sebelumnya dan tidak akan pernah ada setelahnya. Dia membangunya dengan TAUBAT dan DOA.
Ekspansi dakwahnya setelah itu bahkan menyentuh Ratu Balqis di selatan yang juga memiliki kekuasaan yang besar. Tapi Sulaiman tidak pernah mengklaim bahwa keberhasilan itu karenanya. Dia berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)".
Dakwah bukan milik kita. Tidak pantas mengutuk keadaan saat ia tersungkur dan memuji diri sendiri saat ia berjaya. Kita hanyalah sebagai penumpang kereta dakwah ini. Bisa jadi suatu saat kita turun di terminal yang salah. Semoga dengan pertolongan Nya kita sampai ke tujuan akhir yang kita harapkan. Surga yang penuh kemuliaan. Kita tidak perlu mempersempit gerbong kereta dan membuat orang tidak bisa ikut melaju bersama. Seharusnya kita bisa memperbanyak gerbong dan menambah lebih banyak kursi.
Prasangka sering menjerumuskan pelakunya. Menyangka yang baik kepada diri sendiri. Melekatkan yang buruk kepada orang lain. Itulah mengapa kita harus menjauhi prasangka karena sebagianya dosa. Kepada yang nyata mencelakai pun semestinya kita mencoba berperasangka baik. Prasangka baik menjadi bahan bakar untuk selalu berbuat kebaikan. "Cobalah sambungkan kembali tali yang telah putus. Cobalah memberi orang yang tidak mau memberimu. Cobalah memberi maaf orang yang menganiayamu". Kais bin Ashim berkata dalam syairnya.
Siapa yang lebih menderita apakah nabi Ibrahim yang di bakar kaumnya atau kita?
Sementara Ia mengucapkan salam kepada mereka.
Apakah Rasulullah tidak lebih menderita ketika dia didera berbagai siksaan. Bahkan saat ditawari Jibril untuk mengazab kaumnya, Dia malah mendoakan kebaikan bagi mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa hidup ini adalah kesulitan yang sambung menyambung. Penderitaan yang tak ada hentinya. Hadapilah dengan jiwa yang menyala. Pemantik nyala itu adalah taubat dan doa.
"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan JAYA!". buya Hamka
Ekspansi dakwahnya setelah itu bahkan menyentuh Ratu Balqis di selatan yang juga memiliki kekuasaan yang besar. Tapi Sulaiman tidak pernah mengklaim bahwa keberhasilan itu karenanya. Dia berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)".
Dakwah bukan milik kita. Tidak pantas mengutuk keadaan saat ia tersungkur dan memuji diri sendiri saat ia berjaya. Kita hanyalah sebagai penumpang kereta dakwah ini. Bisa jadi suatu saat kita turun di terminal yang salah. Semoga dengan pertolongan Nya kita sampai ke tujuan akhir yang kita harapkan. Surga yang penuh kemuliaan. Kita tidak perlu mempersempit gerbong kereta dan membuat orang tidak bisa ikut melaju bersama. Seharusnya kita bisa memperbanyak gerbong dan menambah lebih banyak kursi.
Prasangka sering menjerumuskan pelakunya. Menyangka yang baik kepada diri sendiri. Melekatkan yang buruk kepada orang lain. Itulah mengapa kita harus menjauhi prasangka karena sebagianya dosa. Kepada yang nyata mencelakai pun semestinya kita mencoba berperasangka baik. Prasangka baik menjadi bahan bakar untuk selalu berbuat kebaikan. "Cobalah sambungkan kembali tali yang telah putus. Cobalah memberi orang yang tidak mau memberimu. Cobalah memberi maaf orang yang menganiayamu". Kais bin Ashim berkata dalam syairnya.
Siapa yang lebih menderita apakah nabi Ibrahim yang di bakar kaumnya atau kita?
Sementara Ia mengucapkan salam kepada mereka.
Apakah Rasulullah tidak lebih menderita ketika dia didera berbagai siksaan. Bahkan saat ditawari Jibril untuk mengazab kaumnya, Dia malah mendoakan kebaikan bagi mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa hidup ini adalah kesulitan yang sambung menyambung. Penderitaan yang tak ada hentinya. Hadapilah dengan jiwa yang menyala. Pemantik nyala itu adalah taubat dan doa.
"Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan JAYA!". buya Hamka
Demikianlah Artikel
Sekianlah artikel
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel dengan alamat link https://islammushola.blogspot.com/2019/03/dakwah-seharusnya-menjadi-tanggung.html
0 Response to " "
Posting Komentar