Judul : SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang
link : SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang
SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang
SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang |
Subhanallah! inilah ikan yang diceritakan dalam surah Al-Kahfi yang mampu mati suri selama 5 tahun dalam tanah kering kerontang.
Salah satu jenis ikan asal Afrika, yaitu Lungfish memiliki kemampuan untuk tidur selama lima tahun tanpa makan. Ikan Lungfish bisa tidur panjang ini dapat dilakukan kerena adanya kemampuan untuk memperlambat metabolisme dan jam biologis. Ikan ini membuat sarang dengan lendir.
Kamampuan ini dapat menghemat energi untuk hidup tanpa mengomsumsi makanan. Terinspirasi akan kemampuan luar biasa ini, para ilmuan berkeyakinan dapat mengadopsinya kepada manusia.
Rencananya ilmuan akan melakukan serangkaian percobaan untuk membawa kemampauan ikan ini dalam rangka membuat ‘mati suri’ korban luka tembak parah dan kondisi kritis lainnya.
Bahkan juga dapat diterapkan kepada astronot yang ekspedisi misi luar angkasa dalam waktu yang cukup lama untuk berhibernasi selama perjalanan berlangsung.
“Secara keseluruhan hasil penelitian kami ini akan menjadi sebuah penemuan besar. Kami masih mencari tahu lebih dalam lagi bagimana kondisi organ dalam hewan ini ketika tertidur dalam waktu selama itu,” kata Profesor Ip Yuen Kwong, dikutip dari Daily Mail (24/8)
Selanjutnya ilmuan akan membandingkan kondisi gen dan jaringan organ ikan, sebelum melakukan hibernasi panjang dan setelah bangun dari tidur lamanya itu.
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pemuda yang bersamanya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buab lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.’ (QS. 18:60) Maka tatkala mereka sampai kepertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (QS. 18: 61) Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada pemuda yang bersamanya: ‘Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’ (QS. 18:62) Pemudanya menjawab: ‘Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.’ (QS. 18:63) Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. 18:64) Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS. 18:65) (al Kahfi: 60-65)
Sebab perkataan Musa as. kepada pemuda yang bersamanya, yakni Yusya’ bin Nun tersebut adalah bahwa ia memberitahukan kepadanya bahwa (ada) seorang hamba Allah di tempat pertemuan dua Laut, dia mempunyai ilmu pengetahuan yang tidak dikuasai oleh Musa. Maka Musa pun tertarik untuk pergi ke tempat itu.
Dan ia berkata kepada pemuda tersebut: laa abrahu (“Aku tidak akan berhenti berjalan,”) maksudnya aku akan terus berjalan, hattaa ablugha majma-‘al bahraini (“Sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan.”) Maksudnya, tempat itulah yang merupakan tempat pertemuan dua buah lautan.
Qatadah dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Kedua laut itu adalah laut Persia yang dekat dengan Masyriq dan Laut Romawi yang berdekatan dengan Maghrib.” Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mengatakan: “Pertemuan dua laut itu terletak di Thanjah, yakni di ujung negeri Maroko. Wallahu a’lam.
Firman-Nya: au amdliya hukuban ( “Atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”) Maksudnya, meskipun aku harus berjalan bertahun-tahun. Ibnu Jarir menceritakan, sebagian ahli bahasa Arab menyebutkan, menurut bahasa Qais, kata huqub berarti satu tahun. Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ia pernah berkata: “Huqub itu berarti delapan puluh tahun.”
Firman-Nya: fa lammaa balaghaa majma’a bainiHimaa nasiyaa huuta Humaa (“Maka ketika mereka sampai kepertemuan dua buah Laut itu, mereka lalai akan ikannya.”) Hal itu karena Musa telah diperintahkan untuk membawa ikan yang sudah diasini. Dan dikatakan kepadanya: “Kapan kamu kehilangan ikan itu, maka di sanalah orang yang berilmu itu berada.”
Kemudian keduanya berjalan hingga akhirnya keduanya sampai di tempat pertemuan dua laut. Dan di sana terdapat mata air yang bernama mata air kehidupan. Lalu keduanya tidur di sana, kemudian ikannya itu terkena percikan air hingga akhirnya ikan itu tergerak, yang ketika itu ikan tersebut berada dalam tumpukan bersama Yusya’. Kemudian ikan tersebut loncat dan masuk ke laut. Maka Yusya’ terbangun ketika ikan itu telah loncat ke laut. Lalu ikan itu berjalan di dalam air. Air menjadi seperti lingkaran yang tidak bersatu setelah adanya ikan itu.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: fat takhadza sabiilaHuu fil bahri saraban (“Lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut tersebut.”) Yakni, seperti fatamorgana di bumi. Ibnu Juraij menceritakan, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Bekas jejaknya seolah-olah menjadi batu.”
Al-‘Aufi menceritakan dari Ibnu ‘Abbas: “Ikan itu tidak menyentuh sesuatu yang ada di laut melainkan akan menjadi kering dan kemudian menjadi batu.”
Muhammad bin Ishaq menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, dari Ubay bin Ka’ab, ia bercerita, Rasulullah saw. pernah bersabda ketika disebutkan peristiwa tersebut: “Air tidak pernah terlobangi sejak manusia ada selain tempat berjalannya ikan yang berada di dalamnya. Air itu terbelah seperti lobang sehingga Musa kembali kepadanya, ia melihat jalan ikan tersebut. Lalu Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.”
Qatadah berkata: “Bayangan air itu dari laut sehingga menyebar ke laut.” Kemudian Musa berjalan di sana sehingga ia tidak berjalan di jalan itu melainkan air berubah menjadi keras membeku.
Firman-Nya: fa lammaa jaawazaa (“Maka ketika mereka berjalan lebih jauh,”) yakni, tempat di mana keduanya lupa akan ikan tersebut. Lupa itu dinisbatkan kepada keduanya meskipun yang lupa adalah Yusya’. Hal itu seperti firman Allah Ta’ala: “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” (QS. Ar-Rahmaan: 22).
Menurut salah satu dari dua pendapat, sebenarnya ia keluar dari air asin. Ketika mereka berdua berangkat meninggalkan tempat di mana keduanya melupakan ikan itu, maka Musa: qaala (“Berkata”) kepada pemuda itu: aatinaa ghadaa-anaa laqad laqiinaa min safarinaa Haadzaa (“Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya karena perjalanan kita ini.”) Yakni, perjalanan yang telah mereka lampaui berdua; nashaban (“Kita telah merasa letih.”) Yakni, lelah.
Pemuda itu menjawab: a ra-aita idz awainaa ilash shakh-rati fa innii nasiitul huuta wa maa ansaaniiHi illasy syaithaanu an adzkuraHu (“Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku telah lupa [menceritakan tentang] ikan itu dan tidak ada yang menjadikan aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan.”)
Qatadah berkata: “Ibnu Mas’ud membaca: an adzkurakaHu (“mengingatkanmu tentangnya”).” Oleh karena itu, Yusya’ berkata: wat takhidza sabiilaHuu (“Dan ikan itu mengambil jalannya,”) yaitu jalannya di air; fil bahri ‘ajaban qaala dzaalika maa kunnaa nabghi (“Ke laut itu dengan Cara yang aneh sekali. Musa berkata: ‘Itulah tempat yang kita cari.’”) Maksudnya, inilah tempat yang memang kita cari.
Far taddaa ‘alaa aatsaariHimaa qashashan (“Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.”) Maksudnya, mereka menceritakan bekas perjalanan mereka dan menelusuri jalan itu kembali.
Fa wajada ‘abdam min ‘ibaadinaa aatainaaHu rahmatam min ‘indinaa wa ‘allamnaaHu mil ladunnaa ‘ilman (“Hingga mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”) Inilah Khidhir as, sebagaimana yang disebutkan beberapa hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah.
Imam al-Bukhari meriwayatkan, al-Humaidi memberitahu kami, dari Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari Sa’id bin Jubair, ia bercerita, aku pernah mengatakan kepada Ibnu `Abbas, bahwa Nauf al-Bikali mengatakan bahwa Musa sahabat Khidhir tersebut bukanlah Musa dari sahabat Bani Israil. Maka Ibnu `Abbas pun berkata: “Musuh Allah itu telah berdusta.” Ubay bin Ka’ab pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Musa pernah berdiri memberikan ceramah kepada Bani Israil, lalu ia ditanya: ‘Siapakah orang yang paling banyak ilmunya?’ Ia menjawab: `Aku.’ Maka Allah mencelanya, karena ia belum diberi ilmu oleh-Nya. Lalu Allah mewahyukan kepadanya:
‘Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang berada di tempat pertemuan dua laut, yang i lebih berilmu daripada dirimu.’ Musa berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana aku bisa menemuinya?’ Dia berfirman: ‘Pergilah dengan membawa seekor ikan, dan letakkanlah ia di tempat penimbunan. Di mana ikan itu hilang, maka di situlah Khidhir itu berada.’ Maka Musa mengambil seekor ikan dan meletakkannya di tempat penimbunan. Lalu pergi bersama seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun. Ketika keduanya mendatangi batu karang, keduanya meletakkan kepala mereka dan tidur. Ikan itu bergelepar di tempat penimbunan itu, hingga keluar darinya dan jatuh ke laut. Kemudian ikan itu mengambil jalannya ke laut. Allah menahan jalannya air dari ikan itu, maka jadilah air itu seperti lingkaran. Kemudian sahabatnya itu (Yusya’) terbangun dan lupa untuk memberitahukan kepada Musa tentang ikan itu. Kemudian mereka terus berjalan menempuh perjalanan siang dan malam. Pada keesokan harinya, Musa berkata kepada pemuda itu, ‘Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’”
Rasulullah menyebutkan bahwa Musa tidak merasa kelelahan sehingga ia berhasil mencapai tempat yang ditunjukkan oleh Allah Ta’ala. Maka, sahabatnya itu berkata kepadanya: “Tahukah engkau, ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku telah lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang menjadikanku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Beliau berkata: “Ikan itu memperoleh lobang keluar, tetapi bagi Musa dan sahabatnya, yang demikian itu merupakan kejadian yang luar biasa.” Maka Musa berkata kepadanya: ‘Itulah tempat yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.”
Lebih lanjut, Rasulullah menceritakan: “Kemudian mereka berdua kembali lagi mengikuti jejak mereka semula hingga akhirnya sampai ke batu karang. Tiba-tiba ia mendapati seseorang yang mengenakan pakaian rapi, lalu Musa mengucapkan salam kepadanya. Kemudian Khidhir berkata: ‘Sesungguhnya aku di negerimu ini mendapatkan kedamaian.’ ‘Aku ini Musa,’ paparnya.
Khidhir bertanya: ‘Musa pemimpin Bani Israil?’ Musa menjawab: ‘Ya. Aku datang kepadamu supaya engkau mengajarkan kepadaku apa yang engkau ketahui.’ Khidhir menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.’ (QS. Al-Kahfi: 67). Hai Musa, aku mempunyai ilmu yang diberikan dari ilmu Allah. Dia mengajariku hal-hal yang tidak engkau ketahui. Dan engkau pun mempunyai ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak memilikinya. Maka Musa berkata: ‘Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.’ (QS. Al-Kahfi: 69);
Maka Khidhir berkata kepada Musa: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku teniang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri yang menjelaskannya kepadamu. ‘Maka berjalanlah keduanya. Mereka berdua berjalan menelusuri pantai, hingga akhirnya sebuah perahu melintasi keduanya. Lalu keduanya meminta agar pemiliknya mau mengantarnya.
Mereka mengetahui bahwa orang itu adalah Khidhir. Maka mereka pun membawa keduanya tanpa upah. Ketika keduanya menaiki perahu itu, Musa merasa terkejut karena Khidhir melubangi perahu tersebut dengan kapak. Maka Musa pun berkata: ‘Orang-orang itu telah membawa kita tanpa upah, tetapi engkau malah melubangi perahu mereka, mengapa engkau melubangi perahu itu yang akibatnya engkau menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu kesalahan yang besar.’ Khidhir berkata, ‘Bukankah aku telah berkata, Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama denganku.’” (QS. Al-Kahfi: 72).
“Musa berkata, ‘Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’”
Kemudian Rasulullah bersabda: “Yang pertama itu dilakukan Musa karena lupa. Lalu ada burung hinggap di tepi perahu dan minum sekali atau dua kaki patokan ke laut. Maka Khidhir berkata kepada Musa: ‘Jika ilmuku dan ilmumu dibandingkan dengan ilmu Allah, maka ilmu kita itu tidak lain hanyalah seperti air yang diambil oleh burung itu dengan paruhnya dari laut itu.’
Setelah itu keduanya keluar dari perahu. Ketika keduanya sedang berjalan di tepi laut, Khidhir melihat seorang anak yang tengah bermain dengan anak-anak yang lain. Maka Khidhir menjambak rambut anak itu dengan tangannya dan kemudian membunuhnya. Maka Musa berkata kepada Khidhir: ‘Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena ia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu yang munkar.’ Khidhir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?’ (QS. Al-Kahfi: 74-75). Yang kedua ini lebih parah dari yang pertama.
“Musa berkata, ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah kali ini, maka janganlah engkau memperbolehkan diriku menyertaimu, sesungguhnya engkau telah cukup memberikan udzur kepadaku.’ (QS. Al-Kahfi: 76).
Maka keduanya berjalan hingga ketika mereka sampai kepada periduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan di negeri itu dinding rumah yang hampir roboh,” (QS. Al-Kahfi: 77), yakni miring. Lalu Khidhir berdiri, dan kemudian “Khidhir menegakkan dinding itu,” dengan tangannya. Selanjutnya, Musa berkata: ‘Kita telah mendatangi suatu kaum tetapi mereka tidak mau menjamu kita dan tidak pula menyambut kita, ‘Jikalau engkau mau, niscaya engkau dapat mengambil upah untuk itu.’ (QS. Al-Kahfi: 77).
“Khidhir berkata, ‘Inilah perpisahan antara diriku dan dirimu, aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.’ (QS.Al-Kahfi: 78).
Kemudian Rasulullah bersabda: “Kami ingin bahwa Musa bisa bersabar sehingga Allah menceritakan kepada kita tentang berita keduanya.”
Sa’id bin jubair menceritakan, Ibnu ‘Abbas membaca: wa kaana waraa-aHum malikuy ya’khudzu kulla safiinatin ghashban (“Dan di hadapan mereka terdapat seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera yang baik dengan cara yang tidak benar.”) (QS. Al-Kahfi: 79). la juga membaca seperti ini: wa ammal ghulaamu fa kaana abawaaHu mu’minaini (“Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah mukmin.”) (QS. Al-Kahfi: 80)
Kemudian al-Bukhari juga meriwayatkan hal yang sama, dari Qutaibah, dari Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya. Di dalamnya disebutkan: “Kemudian Musa berangkat dan bersamanya seorang pemuda yang bernama Yusya’ bin Nun, ikut juga dibawa seekor ikan hingga akhirya keduanya sampai di sebuah batu karang, lalu mereka turun di sana. Dan selanjutnya Musa merebahkan diri dan kemudian tidur.”
Dalam hadits yang lain, Sufyan menceritakan dari ‘Amr, ia berkata: “Dan pada dasar batu itu terdapat mata air yang diberi nama mata air kehidupan, yang airnya tidak menimpa sesuatu melainkan sesuatu itu akan hidup. Lalu mata air itu memerciki ikan tersebut, lalu ikan itu bergerak dan melompat dari keranjang ke laut. Setelah bangun, Musa berkata kepada muridnya: aatinaa ghadaa-anaa (“Bawalah kemari makanan kita.”)
Sufyan bin ‘Uyainah menceritakan, lalu ada seekor burung yang hinggap di bibir perahu dan kemudian menenggelamkan paruhnya ke laut. Maka Khidhir berkata kepada Musa: “Apalah artinya ilmuku dan ilmumu dan ilmu seluruh makhluk ini dibandingkan dengan ilmu Allah melainkan hanya seperti air yang diambil oleh paruh burung tersebut.” Dan kemudian ia menyebutkan hadits secara lengkap.
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Sumber : http://ift.tt/2kNS2vr
Loading...
Loading...
SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang |
Subhanallah! inilah ikan yang diceritakan dalam surah Al-Kahfi yang mampu mati suri selama 5 tahun dalam tanah kering kerontang.
Salah satu jenis ikan asal Afrika, yaitu Lungfish memiliki kemampuan untuk tidur selama lima tahun tanpa makan. Ikan Lungfish bisa tidur panjang ini dapat dilakukan kerena adanya kemampuan untuk memperlambat metabolisme dan jam biologis. Ikan ini membuat sarang dengan lendir.
Kamampuan ini dapat menghemat energi untuk hidup tanpa mengomsumsi makanan. Terinspirasi akan kemampuan luar biasa ini, para ilmuan berkeyakinan dapat mengadopsinya kepada manusia.
Rencananya ilmuan akan melakukan serangkaian percobaan untuk membawa kemampauan ikan ini dalam rangka membuat ‘mati suri’ korban luka tembak parah dan kondisi kritis lainnya.
Bahkan juga dapat diterapkan kepada astronot yang ekspedisi misi luar angkasa dalam waktu yang cukup lama untuk berhibernasi selama perjalanan berlangsung.
“Secara keseluruhan hasil penelitian kami ini akan menjadi sebuah penemuan besar. Kami masih mencari tahu lebih dalam lagi bagimana kondisi organ dalam hewan ini ketika tertidur dalam waktu selama itu,” kata Profesor Ip Yuen Kwong, dikutip dari Daily Mail (24/8)
Selanjutnya ilmuan akan membandingkan kondisi gen dan jaringan organ ikan, sebelum melakukan hibernasi panjang dan setelah bangun dari tidur lamanya itu.
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pemuda yang bersamanya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buab lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.’ (QS. 18:60) Maka tatkala mereka sampai kepertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (QS. 18: 61) Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada pemuda yang bersamanya: ‘Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’ (QS. 18:62) Pemudanya menjawab: ‘Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.’ (QS. 18:63) Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. 18:64) Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS. 18:65) (al Kahfi: 60-65)
Sebab perkataan Musa as. kepada pemuda yang bersamanya, yakni Yusya’ bin Nun tersebut adalah bahwa ia memberitahukan kepadanya bahwa (ada) seorang hamba Allah di tempat pertemuan dua Laut, dia mempunyai ilmu pengetahuan yang tidak dikuasai oleh Musa. Maka Musa pun tertarik untuk pergi ke tempat itu.
Dan ia berkata kepada pemuda tersebut: laa abrahu (“Aku tidak akan berhenti berjalan,”) maksudnya aku akan terus berjalan, hattaa ablugha majma-‘al bahraini (“Sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan.”) Maksudnya, tempat itulah yang merupakan tempat pertemuan dua buah lautan.
Qatadah dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Kedua laut itu adalah laut Persia yang dekat dengan Masyriq dan Laut Romawi yang berdekatan dengan Maghrib.” Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mengatakan: “Pertemuan dua laut itu terletak di Thanjah, yakni di ujung negeri Maroko. Wallahu a’lam.
Firman-Nya: au amdliya hukuban ( “Atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”) Maksudnya, meskipun aku harus berjalan bertahun-tahun. Ibnu Jarir menceritakan, sebagian ahli bahasa Arab menyebutkan, menurut bahasa Qais, kata huqub berarti satu tahun. Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ia pernah berkata: “Huqub itu berarti delapan puluh tahun.”
Firman-Nya: fa lammaa balaghaa majma’a bainiHimaa nasiyaa huuta Humaa (“Maka ketika mereka sampai kepertemuan dua buah Laut itu, mereka lalai akan ikannya.”) Hal itu karena Musa telah diperintahkan untuk membawa ikan yang sudah diasini. Dan dikatakan kepadanya: “Kapan kamu kehilangan ikan itu, maka di sanalah orang yang berilmu itu berada.”
Kemudian keduanya berjalan hingga akhirnya keduanya sampai di tempat pertemuan dua laut. Dan di sana terdapat mata air yang bernama mata air kehidupan. Lalu keduanya tidur di sana, kemudian ikannya itu terkena percikan air hingga akhirnya ikan itu tergerak, yang ketika itu ikan tersebut berada dalam tumpukan bersama Yusya’. Kemudian ikan tersebut loncat dan masuk ke laut. Maka Yusya’ terbangun ketika ikan itu telah loncat ke laut. Lalu ikan itu berjalan di dalam air. Air menjadi seperti lingkaran yang tidak bersatu setelah adanya ikan itu.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: fat takhadza sabiilaHuu fil bahri saraban (“Lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut tersebut.”) Yakni, seperti fatamorgana di bumi. Ibnu Juraij menceritakan, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Bekas jejaknya seolah-olah menjadi batu.”
Al-‘Aufi menceritakan dari Ibnu ‘Abbas: “Ikan itu tidak menyentuh sesuatu yang ada di laut melainkan akan menjadi kering dan kemudian menjadi batu.”
Muhammad bin Ishaq menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, dari Ubay bin Ka’ab, ia bercerita, Rasulullah saw. pernah bersabda ketika disebutkan peristiwa tersebut: “Air tidak pernah terlobangi sejak manusia ada selain tempat berjalannya ikan yang berada di dalamnya. Air itu terbelah seperti lobang sehingga Musa kembali kepadanya, ia melihat jalan ikan tersebut. Lalu Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.”
Qatadah berkata: “Bayangan air itu dari laut sehingga menyebar ke laut.” Kemudian Musa berjalan di sana sehingga ia tidak berjalan di jalan itu melainkan air berubah menjadi keras membeku.
Firman-Nya: fa lammaa jaawazaa (“Maka ketika mereka berjalan lebih jauh,”) yakni, tempat di mana keduanya lupa akan ikan tersebut. Lupa itu dinisbatkan kepada keduanya meskipun yang lupa adalah Yusya’. Hal itu seperti firman Allah Ta’ala: “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” (QS. Ar-Rahmaan: 22).
Menurut salah satu dari dua pendapat, sebenarnya ia keluar dari air asin. Ketika mereka berdua berangkat meninggalkan tempat di mana keduanya melupakan ikan itu, maka Musa: qaala (“Berkata”) kepada pemuda itu: aatinaa ghadaa-anaa laqad laqiinaa min safarinaa Haadzaa (“Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya karena perjalanan kita ini.”) Yakni, perjalanan yang telah mereka lampaui berdua; nashaban (“Kita telah merasa letih.”) Yakni, lelah.
Pemuda itu menjawab: a ra-aita idz awainaa ilash shakh-rati fa innii nasiitul huuta wa maa ansaaniiHi illasy syaithaanu an adzkuraHu (“Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku telah lupa [menceritakan tentang] ikan itu dan tidak ada yang menjadikan aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan.”)
Qatadah berkata: “Ibnu Mas’ud membaca: an adzkurakaHu (“mengingatkanmu tentangnya”).” Oleh karena itu, Yusya’ berkata: wat takhidza sabiilaHuu (“Dan ikan itu mengambil jalannya,”) yaitu jalannya di air; fil bahri ‘ajaban qaala dzaalika maa kunnaa nabghi (“Ke laut itu dengan Cara yang aneh sekali. Musa berkata: ‘Itulah tempat yang kita cari.’”) Maksudnya, inilah tempat yang memang kita cari.
Far taddaa ‘alaa aatsaariHimaa qashashan (“Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.”) Maksudnya, mereka menceritakan bekas perjalanan mereka dan menelusuri jalan itu kembali.
Fa wajada ‘abdam min ‘ibaadinaa aatainaaHu rahmatam min ‘indinaa wa ‘allamnaaHu mil ladunnaa ‘ilman (“Hingga mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”) Inilah Khidhir as, sebagaimana yang disebutkan beberapa hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah.
Imam al-Bukhari meriwayatkan, al-Humaidi memberitahu kami, dari Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari Sa’id bin Jubair, ia bercerita, aku pernah mengatakan kepada Ibnu `Abbas, bahwa Nauf al-Bikali mengatakan bahwa Musa sahabat Khidhir tersebut bukanlah Musa dari sahabat Bani Israil. Maka Ibnu `Abbas pun berkata: “Musuh Allah itu telah berdusta.” Ubay bin Ka’ab pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Musa pernah berdiri memberikan ceramah kepada Bani Israil, lalu ia ditanya: ‘Siapakah orang yang paling banyak ilmunya?’ Ia menjawab: `Aku.’ Maka Allah mencelanya, karena ia belum diberi ilmu oleh-Nya. Lalu Allah mewahyukan kepadanya:
‘Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang berada di tempat pertemuan dua laut, yang i lebih berilmu daripada dirimu.’ Musa berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana aku bisa menemuinya?’ Dia berfirman: ‘Pergilah dengan membawa seekor ikan, dan letakkanlah ia di tempat penimbunan. Di mana ikan itu hilang, maka di situlah Khidhir itu berada.’ Maka Musa mengambil seekor ikan dan meletakkannya di tempat penimbunan. Lalu pergi bersama seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun. Ketika keduanya mendatangi batu karang, keduanya meletakkan kepala mereka dan tidur. Ikan itu bergelepar di tempat penimbunan itu, hingga keluar darinya dan jatuh ke laut. Kemudian ikan itu mengambil jalannya ke laut. Allah menahan jalannya air dari ikan itu, maka jadilah air itu seperti lingkaran. Kemudian sahabatnya itu (Yusya’) terbangun dan lupa untuk memberitahukan kepada Musa tentang ikan itu. Kemudian mereka terus berjalan menempuh perjalanan siang dan malam. Pada keesokan harinya, Musa berkata kepada pemuda itu, ‘Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’”
Rasulullah menyebutkan bahwa Musa tidak merasa kelelahan sehingga ia berhasil mencapai tempat yang ditunjukkan oleh Allah Ta’ala. Maka, sahabatnya itu berkata kepadanya: “Tahukah engkau, ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku telah lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang menjadikanku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Beliau berkata: “Ikan itu memperoleh lobang keluar, tetapi bagi Musa dan sahabatnya, yang demikian itu merupakan kejadian yang luar biasa.” Maka Musa berkata kepadanya: ‘Itulah tempat yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.”
Lebih lanjut, Rasulullah menceritakan: “Kemudian mereka berdua kembali lagi mengikuti jejak mereka semula hingga akhirnya sampai ke batu karang. Tiba-tiba ia mendapati seseorang yang mengenakan pakaian rapi, lalu Musa mengucapkan salam kepadanya. Kemudian Khidhir berkata: ‘Sesungguhnya aku di negerimu ini mendapatkan kedamaian.’ ‘Aku ini Musa,’ paparnya.
Khidhir bertanya: ‘Musa pemimpin Bani Israil?’ Musa menjawab: ‘Ya. Aku datang kepadamu supaya engkau mengajarkan kepadaku apa yang engkau ketahui.’ Khidhir menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.’ (QS. Al-Kahfi: 67). Hai Musa, aku mempunyai ilmu yang diberikan dari ilmu Allah. Dia mengajariku hal-hal yang tidak engkau ketahui. Dan engkau pun mempunyai ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak memilikinya. Maka Musa berkata: ‘Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.’ (QS. Al-Kahfi: 69);
Maka Khidhir berkata kepada Musa: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku teniang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri yang menjelaskannya kepadamu. ‘Maka berjalanlah keduanya. Mereka berdua berjalan menelusuri pantai, hingga akhirnya sebuah perahu melintasi keduanya. Lalu keduanya meminta agar pemiliknya mau mengantarnya.
Mereka mengetahui bahwa orang itu adalah Khidhir. Maka mereka pun membawa keduanya tanpa upah. Ketika keduanya menaiki perahu itu, Musa merasa terkejut karena Khidhir melubangi perahu tersebut dengan kapak. Maka Musa pun berkata: ‘Orang-orang itu telah membawa kita tanpa upah, tetapi engkau malah melubangi perahu mereka, mengapa engkau melubangi perahu itu yang akibatnya engkau menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu kesalahan yang besar.’ Khidhir berkata, ‘Bukankah aku telah berkata, Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama denganku.’” (QS. Al-Kahfi: 72).
“Musa berkata, ‘Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’”
Kemudian Rasulullah bersabda: “Yang pertama itu dilakukan Musa karena lupa. Lalu ada burung hinggap di tepi perahu dan minum sekali atau dua kaki patokan ke laut. Maka Khidhir berkata kepada Musa: ‘Jika ilmuku dan ilmumu dibandingkan dengan ilmu Allah, maka ilmu kita itu tidak lain hanyalah seperti air yang diambil oleh burung itu dengan paruhnya dari laut itu.’
Setelah itu keduanya keluar dari perahu. Ketika keduanya sedang berjalan di tepi laut, Khidhir melihat seorang anak yang tengah bermain dengan anak-anak yang lain. Maka Khidhir menjambak rambut anak itu dengan tangannya dan kemudian membunuhnya. Maka Musa berkata kepada Khidhir: ‘Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena ia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu yang munkar.’ Khidhir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?’ (QS. Al-Kahfi: 74-75). Yang kedua ini lebih parah dari yang pertama.
“Musa berkata, ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah kali ini, maka janganlah engkau memperbolehkan diriku menyertaimu, sesungguhnya engkau telah cukup memberikan udzur kepadaku.’ (QS. Al-Kahfi: 76).
Maka keduanya berjalan hingga ketika mereka sampai kepada periduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan di negeri itu dinding rumah yang hampir roboh,” (QS. Al-Kahfi: 77), yakni miring. Lalu Khidhir berdiri, dan kemudian “Khidhir menegakkan dinding itu,” dengan tangannya. Selanjutnya, Musa berkata: ‘Kita telah mendatangi suatu kaum tetapi mereka tidak mau menjamu kita dan tidak pula menyambut kita, ‘Jikalau engkau mau, niscaya engkau dapat mengambil upah untuk itu.’ (QS. Al-Kahfi: 77).
“Khidhir berkata, ‘Inilah perpisahan antara diriku dan dirimu, aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.’ (QS.Al-Kahfi: 78).
Kemudian Rasulullah bersabda: “Kami ingin bahwa Musa bisa bersabar sehingga Allah menceritakan kepada kita tentang berita keduanya.”
Sa’id bin jubair menceritakan, Ibnu ‘Abbas membaca: wa kaana waraa-aHum malikuy ya’khudzu kulla safiinatin ghashban (“Dan di hadapan mereka terdapat seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera yang baik dengan cara yang tidak benar.”) (QS. Al-Kahfi: 79). la juga membaca seperti ini: wa ammal ghulaamu fa kaana abawaaHu mu’minaini (“Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah mukmin.”) (QS. Al-Kahfi: 80)
Kemudian al-Bukhari juga meriwayatkan hal yang sama, dari Qutaibah, dari Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya. Di dalamnya disebutkan: “Kemudian Musa berangkat dan bersamanya seorang pemuda yang bernama Yusya’ bin Nun, ikut juga dibawa seekor ikan hingga akhirya keduanya sampai di sebuah batu karang, lalu mereka turun di sana. Dan selanjutnya Musa merebahkan diri dan kemudian tidur.”
Dalam hadits yang lain, Sufyan menceritakan dari ‘Amr, ia berkata: “Dan pada dasar batu itu terdapat mata air yang diberi nama mata air kehidupan, yang airnya tidak menimpa sesuatu melainkan sesuatu itu akan hidup. Lalu mata air itu memerciki ikan tersebut, lalu ikan itu bergerak dan melompat dari keranjang ke laut. Setelah bangun, Musa berkata kepada muridnya: aatinaa ghadaa-anaa (“Bawalah kemari makanan kita.”)
Sufyan bin ‘Uyainah menceritakan, lalu ada seekor burung yang hinggap di bibir perahu dan kemudian menenggelamkan paruhnya ke laut. Maka Khidhir berkata kepada Musa: “Apalah artinya ilmuku dan ilmumu dan ilmu seluruh makhluk ini dibandingkan dengan ilmu Allah melainkan hanya seperti air yang diambil oleh paruh burung tersebut.” Dan kemudian ia menyebutkan hadits secara lengkap.
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Sumber : http://ift.tt/2kNS2vr
Demikianlah Artikel SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang
Sekianlah artikel SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang dengan alamat link https://islammushola.blogspot.com/2017/02/subanallahinilah-ikan-dalam-surah-al.html
0 Response to "SUBANALLAH!!!...Inilah Ikan Dalam Surah Al-Kahfi Yang Mampu Mati Suri Selama 5 Tahun Dalam Tanah Kering Kerontang"
Posting Komentar